Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai
katalisator reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologi
(makhluk hidup). Oleh karena merupakan katalisator dalam sistem
biologi, enzim sering disebut biokatalisator. Katalisator adalah suatu
zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah
kesetimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.
Zat itu sendiri (enzim) tidak ikut dalam reaksi sehingga bentuknya
tetap atau tidak berubah.
Tanpa adanya enzim, reaksi-reaksi kimia dalam tubuh akan
berjalan lambat. Apakah sebenarnya enzim itu dan bagaimanakah
cara kerjanya?
1. Komponen Enzim
Enzim (biokatalisator) adalah senyawa protein sederhana
maupun protein kompleks yang bertindak sebagai katalisator spesifik.
Enzim yang tersusun dari protein sederhana jika diuraikan hanya
tersusun atas asam amino saja, misalnya pepsin, tripsin, dan
kemotripsin. Sementara itu, enzim yang berupa protein kompleks
bila diuraikan tersusun atas asam amino dan komponen lain.
Enzim lengkap atau sering disebut holoenzim, terdiri atas
komponen protein dan nonprotein. Komponen protein yang
menyusun enzim disebut apoenzim. Komponen ini mudah
mengalami denaturasi, misalnya oleh pemanasan dengan suhu
tinggi. Adapun penyusun enzim yang berupa komponen nonprotein
dapat berupa komponen organik dan anorganik.
Komponen organik yang terikat kuat oleh protein enzim disebut
gugus prostetik, sedangkan komponen organik yang terikat
lemah disebut koenzim. Beberapa contoh koenzim antara lain:
vitamin (vitamin B1, B2, B6, niasin, dan biotin), NAD (nikotinamida
adenin dinukleotida), dan koenzim A (turunan asam pentotenat).
Komponen anorganik yang terikat lemah pada protein enzim
disebut kofaktor atau aktivator, misalnya beberapa ion logam
seperti Zn2+, Cu2+, Mn2+, Mg2+, K+, Fe2+, dan Na+.
2. Cara Kerja Enzim
Salah satu ciri khas enzim yaitu bekerja secara spesifik.
Artinya, enzim hanya dapat bekerja pada substrat tertentu.
Bagaimana cara kerja enzim? Beberapa teori berikut
menjelaskan tentang cara kerja enzim.
a. Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)
Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1898). Enzim diumpamakan
sebagai gembok yang mempunyai bagian kecil
dan dapat mengikat substrat. Bagian enzim yang dapat
berikatan dengan substrat disebut sisi aktif. Substrat
diumpamakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi aktif
enzim. Perhatikan Gambar 2.1 berikut.
Selain sisi aktif, pada enzim juga ditemukan adanya sisi
alosterik. Sisi alosterik dapat diibaratkan sebagai sakelar yang
dapat menyebabkan kerja enzim meningkat ataupun menurun.
Apabila sisi alosterik berikatan dengan penghambat (inhibitor),
konfigurasi enzim akan berubah sehingga aktivitasnya
berkurang. Namun, jika sisi alosterik ini berikatan dengan
aktivator (zat penggiat) maka enzim menjadi aktif kembali.
b. Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi)
Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah
bentuk menyesuaikan bentuk substrat.
3. Penghambatan Aktivitas Enzim
a. Inhibitor Reversibel
Inhibitor reversibel meliputi tiga jenis hambatan berikut.
1) Inhibitor kompetitif (hambatan bersaing)
Pada penghambatan ini zat-zat penghambat
mempunyai struktur mirip dengan struktur substrat.
Dengan demikian, zat penghambat dengan substrat
saling berebut (bersaing) untuk bergabung dengan sisi
aktif enzim
2) Inhibitor nonkompetitif (hambatan tidak bersaing)
Penghambatan ini dipicu oleh terikatnya zat penghambat
pada sisi alosterik sehingga sisi aktif enzim berubah.
Akibatnya, substrat tidak dapat berikatan dengan enzim
untuk membentuk kompleks enzim-substrat.
3) Inhibitor umpan balik
Hasil akhir (produk) suatu reaksi dapat menghambat
bekerjanya enzim. Akibatnya, reaksi kimia akan berjalan
lambat. Apabila produk disingkirkan, reaksi akan berjalan
lagi.
b. Inhibitor Tidak Reversibel
Hambatan ini terjadi karena inhibitor bereaksi tidak
reversibel dengan bagian tertentu pada enzim sehingga
mengakibatkan bentuk enzim berubah. Perubahan bentuk
enzim ini mengakibatkan berkurangnya aktivitas katalitik enzim
tersebut. Hambatan tidak reversibel umumnya disebabkan
oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus
enzim atau lebih yang terdapat pada molekul enzim.
c. Inhibitor Alosterik
Pada penghambatan alosterik, molekul zat penghambat
tidak berikatan pada sisi aktif enzim, melainkan berikatan pada
sisi alosterik. Akibat penghambatan ini sisi aktif enzim menjadi
tidak aktif karena telah mengalami perubahan bentuk.
4. Sifat-Sifat Enzim
Secara ringkas sifat-sifat enzim dijelaskan sebagai berikut.
a. Enzim merupakan biokatalisator.
Enzim dalam jumlah sedikit saja dapat mempercepat reaksi
beribu-ribu kali lipat, tetapi ia sendiri tidak ikut bereaksi.
b. Enzim bekerja secara spesifik.
Enzim tidak dapat bekerja pada semua substrat, tetapi hanya
bekerja pada substrat tertentu saja. Misalnya, enzim katalase
hanya mampu menghidrolisis H2O2 menjadi H2O dan O2.
c. Enzim berupa koloid.
Enzim merupakan suatu protein sehingga dalam larutan
enzim membentuk suatu koloid. Hal ini menambah luas
bidang permukaan enzim sehingga aktivitasnya lebih besar.
d. Enzim dapat bereaksi dengan substrat asam maupun basa.
Sisi aktif enzim mempunyai gugus R residu asam amino
spesifik yang merupakan pemberi atau penerima protein
yang sesuai.
e. Enzim bersifat termolabil.
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu rendah,
kerja enzim akan lambat. Semakin tinggi suhu, reaksi kimia
yang dipengaruhi enzim semakin cepat, tetapi jika suhu
terlalu tinggi, enzim akan mengalami denaturasi.
f. Kerja enzim bersifat bolak-balik (reversibel).
Enzim tidak dapat menentukan arah reaksi, tetapi hanya
mempercepat laju reaksi mencapai kesetimbangan. Misalnya
enzim lipase dapat mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Sebaliknya, lipase juga mampu menyatukan
gliserol dan asam lemak menjadi lemak.
Enzim tidak hanya menguraikan molekul kompleks, tetapi juga
dapat membentuk molekul kompleks dari molekul-molekul
sederhana penyusunnya (reaksi bolak-balik).
katalisator reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologi
(makhluk hidup). Oleh karena merupakan katalisator dalam sistem
biologi, enzim sering disebut biokatalisator. Katalisator adalah suatu
zat yang mempercepat reaksi kimia, tetapi tidak mengubah
kesetimbangan reaksi atau tidak mempengaruhi hasil akhir reaksi.
Zat itu sendiri (enzim) tidak ikut dalam reaksi sehingga bentuknya
tetap atau tidak berubah.
Tanpa adanya enzim, reaksi-reaksi kimia dalam tubuh akan
berjalan lambat. Apakah sebenarnya enzim itu dan bagaimanakah
cara kerjanya?
1. Komponen Enzim
Enzim (biokatalisator) adalah senyawa protein sederhana
maupun protein kompleks yang bertindak sebagai katalisator spesifik.
Enzim yang tersusun dari protein sederhana jika diuraikan hanya
tersusun atas asam amino saja, misalnya pepsin, tripsin, dan
kemotripsin. Sementara itu, enzim yang berupa protein kompleks
bila diuraikan tersusun atas asam amino dan komponen lain.
Enzim lengkap atau sering disebut holoenzim, terdiri atas
komponen protein dan nonprotein. Komponen protein yang
menyusun enzim disebut apoenzim. Komponen ini mudah
mengalami denaturasi, misalnya oleh pemanasan dengan suhu
tinggi. Adapun penyusun enzim yang berupa komponen nonprotein
dapat berupa komponen organik dan anorganik.
Komponen organik yang terikat kuat oleh protein enzim disebut
gugus prostetik, sedangkan komponen organik yang terikat
lemah disebut koenzim. Beberapa contoh koenzim antara lain:
vitamin (vitamin B1, B2, B6, niasin, dan biotin), NAD (nikotinamida
adenin dinukleotida), dan koenzim A (turunan asam pentotenat).
Komponen anorganik yang terikat lemah pada protein enzim
disebut kofaktor atau aktivator, misalnya beberapa ion logam
seperti Zn2+, Cu2+, Mn2+, Mg2+, K+, Fe2+, dan Na+.
2. Cara Kerja Enzim
Salah satu ciri khas enzim yaitu bekerja secara spesifik.
Artinya, enzim hanya dapat bekerja pada substrat tertentu.
Bagaimana cara kerja enzim? Beberapa teori berikut
menjelaskan tentang cara kerja enzim.
a. Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)
Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1898). Enzim diumpamakan
sebagai gembok yang mempunyai bagian kecil
dan dapat mengikat substrat. Bagian enzim yang dapat
berikatan dengan substrat disebut sisi aktif. Substrat
diumpamakan kunci yang dapat berikatan dengan sisi aktif
enzim. Perhatikan Gambar 2.1 berikut.
alosterik. Sisi alosterik dapat diibaratkan sebagai sakelar yang
dapat menyebabkan kerja enzim meningkat ataupun menurun.
Apabila sisi alosterik berikatan dengan penghambat (inhibitor),
konfigurasi enzim akan berubah sehingga aktivitasnya
berkurang. Namun, jika sisi alosterik ini berikatan dengan
aktivator (zat penggiat) maka enzim menjadi aktif kembali.
b. Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi)
Sisi aktif enzim bersifat fleksibel sehingga dapat berubah
bentuk menyesuaikan bentuk substrat.
3. Penghambatan Aktivitas Enzim
a. Inhibitor Reversibel
Inhibitor reversibel meliputi tiga jenis hambatan berikut.
1) Inhibitor kompetitif (hambatan bersaing)
Pada penghambatan ini zat-zat penghambat
mempunyai struktur mirip dengan struktur substrat.
Dengan demikian, zat penghambat dengan substrat
saling berebut (bersaing) untuk bergabung dengan sisi
aktif enzim
2) Inhibitor nonkompetitif (hambatan tidak bersaing)
Penghambatan ini dipicu oleh terikatnya zat penghambat
pada sisi alosterik sehingga sisi aktif enzim berubah.
Akibatnya, substrat tidak dapat berikatan dengan enzim
untuk membentuk kompleks enzim-substrat.
3) Inhibitor umpan balik
Hasil akhir (produk) suatu reaksi dapat menghambat
bekerjanya enzim. Akibatnya, reaksi kimia akan berjalan
lambat. Apabila produk disingkirkan, reaksi akan berjalan
lagi.
b. Inhibitor Tidak Reversibel
Hambatan ini terjadi karena inhibitor bereaksi tidak
reversibel dengan bagian tertentu pada enzim sehingga
mengakibatkan bentuk enzim berubah. Perubahan bentuk
enzim ini mengakibatkan berkurangnya aktivitas katalitik enzim
tersebut. Hambatan tidak reversibel umumnya disebabkan
oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus
enzim atau lebih yang terdapat pada molekul enzim.
c. Inhibitor Alosterik
Pada penghambatan alosterik, molekul zat penghambat
tidak berikatan pada sisi aktif enzim, melainkan berikatan pada
sisi alosterik. Akibat penghambatan ini sisi aktif enzim menjadi
tidak aktif karena telah mengalami perubahan bentuk.
4. Sifat-Sifat Enzim
Secara ringkas sifat-sifat enzim dijelaskan sebagai berikut.
a. Enzim merupakan biokatalisator.
Enzim dalam jumlah sedikit saja dapat mempercepat reaksi
beribu-ribu kali lipat, tetapi ia sendiri tidak ikut bereaksi.
b. Enzim bekerja secara spesifik.
Enzim tidak dapat bekerja pada semua substrat, tetapi hanya
bekerja pada substrat tertentu saja. Misalnya, enzim katalase
hanya mampu menghidrolisis H2O2 menjadi H2O dan O2.
c. Enzim berupa koloid.
Enzim merupakan suatu protein sehingga dalam larutan
enzim membentuk suatu koloid. Hal ini menambah luas
bidang permukaan enzim sehingga aktivitasnya lebih besar.
d. Enzim dapat bereaksi dengan substrat asam maupun basa.
Sisi aktif enzim mempunyai gugus R residu asam amino
spesifik yang merupakan pemberi atau penerima protein
yang sesuai.
e. Enzim bersifat termolabil.
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu rendah,
kerja enzim akan lambat. Semakin tinggi suhu, reaksi kimia
yang dipengaruhi enzim semakin cepat, tetapi jika suhu
terlalu tinggi, enzim akan mengalami denaturasi.
f. Kerja enzim bersifat bolak-balik (reversibel).
Enzim tidak dapat menentukan arah reaksi, tetapi hanya
mempercepat laju reaksi mencapai kesetimbangan. Misalnya
enzim lipase dapat mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Sebaliknya, lipase juga mampu menyatukan
gliserol dan asam lemak menjadi lemak.
Enzim tidak hanya menguraikan molekul kompleks, tetapi juga
dapat membentuk molekul kompleks dari molekul-molekul
sederhana penyusunnya (reaksi bolak-balik).